Halaman

Sabtu, 31 Januari 2009

Kepemimpinan Dalam Islam


Fitrah Manusia Adalah Menjadi Pemimipin Bukan Menjadi Perusak



Seorang manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin seperti firman Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat 30 yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?. Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.



Dari firman Allah diatas sudah jelas bahwa manusia diciptakan untuk menjadi pemimipin. Dan jauh sebelum manusia diciptakanpun Allah telah mengetahui apa yang akan terjadi. Sifat manusia yang serakah membuat segala seuatu di bumi menjadi rusak. Bencana-bencana yang timbul pada saat ini pun merupakan kausalitas dari keserakahan manusia.



Menjadi seorang pemimpin di masa sekarang ini tidaklah mudah. Tapi mengapa banyak orang rela memperebutkan kursi kepemimpinan? Bahkan sebagian dari mereka menghalalkan segala cara untuk menjadi seorang pemimpin di suatu daerah atau negara. Black Campaign dan Money Politic pun seakan menjadi hal yang lumrah padahal hal tersebut jelas-jelas dilarang. Ironinya masyarakat lebih memilih orang yang melakukan hal negative tersebut untuk menjadi pemimpin mereka. Seperti itukah demokrasi? Ketika itu terjadi maka Negara atau daerah yang dipimpinnya pun hancur karena sang penguasa yang serakah. Akhirnya hubungan penguasa dan bawahannya (masyarakat) itu ikut hancur pula. Untuk menjaga keharmonisan harusnya penguasa bisa menjadikan rasa hormat dan kesetiaan menjadi penghubung antara penguasa dan bawahannya. Penguasa harus memperlakukan bawahan dengan baik. Bawahan harus melayani penguasa dengan setia. Penguasa harus memperlakukan bawahan dengan adil. Bawahan harus melayani penguasa dengan patuh. Penguasa tidak hanya memerintah bawahan, tapi juga menunjukkan perhatian, perlindungan dan penghargaan. Seorang penguasa harus baik terhadap bawahan dan menghormati perasaannya. Bawahan harus menganggap kesetiaan sebagai kebajikan. Penguasa yang tidak mempercayai bawahan akan berakhir sendirian. Seorang penguasa yang bekerja dengan dekat dan rajin bersama bawahan akan selalu harmonis. Ini juga berlaku bagi seluruh eselon dari sebuah perusahaan.



Seorang penguasa harus membiarkan bawahannya mengetahui tujuan dan rencananya sehingga mereka memahami kebijakan pemerintah. Pemerintah harus pertama-tama mendirikan seperangkat hukum yang jelas. Hukum harus diketahui sampai ke seluruh negeri. Bila rakyat bersatu, mereka dapat memenangkan pertempuran. Seorang pemimpin harus membuat rakyatnya mengerti dengan jelas kebijakan dan tujuan pemerintah. Hanya dengan demikian ia mendapat dukungan dan pengertian rakyatnya. Dengan hal tersebut mudah-mudahan fitrah manusia sebagai seorang pemimpin dapat terpenuhi dengan baik dan benar tanpa ada perusakan fisik maupun psikis terhadap rakyatnya.

Kita mungkin masih ingat terhadap tragedi di Maluku. Pilkada Maluku merupakan Pilkada terburuk di Indonesia karena menimbulkan ekses negative bagi rakyatnya.



Oleh karena itu mari kita berpikir dan beristiqarah untuk memilih siapa yang lebih bisa memimpin kita. Yuk...! Kita suksekan Pemilu 2009.



Oleh: Imam Sugihartono

Sabtu, 17 Januari 2009

Kepemimpinan 2

Kepemimpinan Dalam Era Globalisasi

Demokrasi merupakan sebuah sistem pemerintahan yang diadopsi di Indonesia. Salah satu produk dari adanya demokrasi di Indonesia adalah Desentralisasi (Otonomi Daerah) dengan ditandai oleh adanya UU no 22 tahun 1999. Seorang pemimpin yang demokratis cenderung group developer. Segala sesuatunya di titik beratkan pada pembangunan sektor publik. Adanya sebuah desentralisasi merupakan sebuah kesempatan dan peluang untuk membangun daerah. Tapi bagaimana desentralisasi dilakukan oleh para pemimpin daerah? desentralisasi bermaksud menyerahkan kekuasaan kepada daerah, berpindahnya pengambilan keputusan dan kekuasaan berhubungan dengan pengambilan dari pusat kepada kepada pemerintah daerah; memahami desentralisasi dalam praktek melalui identifikasi dan pertimbangan dari studi kasus internasional yang berbeda berdebat hubungan antara peningkatan pendidikan dan otonomi kelembagaan. variasi terminologi pada hakekatnya dihubungkan untuk melihat hasil dari desentralisasi itu sendiri.

Dalam terminologi berbeda digunakan untuk menguraikan proses pengambilan keputusan dari satu tingkat otoritas ke yang lain di dalam sistem seperti halnya menghasilkan kondisi-kondisi untuk organisasi individu dari dinamika ini. Beberapa penulis menggunakan satu atau istilah lain tanpa perhatian terperinci ke maksud yang tepat dengan hasil yang mereka mungkin gunakan.

Pada sistem pemerintahan yang terbaru tidak lagi banyak menerapkan sistem sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan sebagian wewenang yang tadinya harus diputuskan pada pemerintah pusat kini dapat di putuskan di tingkat pemerintah daerah atau pemda. Kelebihan sistem ini adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Namun kekurangan dari sistem desentralisasi pada otonomi khusus untuk daerah adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.

Seorang pemimpin (pemerintah) yang demokratis harus memahami betul apa yang harus dilakukan. Pengambilan keputusan tidak sepenuhnya ada di tangan pemimpin. Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah (otda) dapat mendekatkan dan memperbaiki pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Perbaikan pelayanan itu dapat terus membaik apabila pemerintahan dijalankan secara terbuka, akuntabel, dan memberi ruang partisipasi kepada masyarakat. Kajian ini bermaksud melihat perubahan pelayanan pemerintah daerah (pemda) kepada rakyat setelah kebijakan desentralisasi dan otda dilaksanakan. Kinerja pelayanan pemda secara umum tercermin dari proses dan keputusan pengalokasian dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin yang baik/demokratis harus terbuka, akuntabel, dan memberi ruang partisipasi kepada masyarakat.

Oleh: Imam Sugihartono

Kepemimpinan


Kepemimpinan Dalam Era Globalisasi


Globalisasi merupakan suatu perwujudan dari modernisasi. Globalisasi ini sendiri membawa dampak negatif bagi kehidupan sosial, dampak-dampak negatif tersebut adalah Kaget Budaya (Culture Shock) dan Ketimpangan Budaya (Culture Lag). Mempersoalkan tanggung jawab moral di balik sebuah kebijakan publik maupun politik, bisa menjadi diskusi yang tidak berkesudahan. Manusia terlahir dalam sebuah problematik yang tiada hentinya, yang bagaimana mengompromikan antara sektor publik dan sektor privat. Waktu terus bergulir, perbuatan budaya dengan kebudayaan lain tak dapat dihindarkan. Tetapi dalam pertemuan dengan kebudayaan lain tokoh dapat memperkaya horizon kehidupan. Dunia pun berubah menjadi sebuah global village. Salah satu tokoh yang dapat memperkaya horizon kehidupan adalah pemimpin.

Dimensi pemerintahan dapat menajdi sebuah indikator yang diwarnai oleh keberagaman kutur. Hal lain yang dapat menjadi indikator adalah gaya kepemimpinan seorang pemimpin itu sendiri. Gaya-gaya kepemimipnan sungguh sangat beragam; gaya kharismatis, gaya paternalistis dan maternalistis, gaya militeristis, gaya otokrasi/otoritatif (authorilative, dominator), gaya laisser faire, gaya populistis, gaya administratif dan gaya demokratis (group developer).

Untuk membangun sebuah organisasi atau negara seorang pemimpin harus mampu melakukan manajemen dengan baik. Dalam memerintah negara, pemerintah sama seperti Bintang Utara, memimpin jalan. Karena itu, kepemimpinan yang kuat dan stabil serta rencana yang matang merupakan dasar bagi pertumbuhan suatu negara atau organisasi. Setiap negara yang kuat dan makmur selalu memiliki penguasa yang bijak. Seperti Bintang Utara, posisinya harus tetap benar untuk memberikan arah. Ia yang tak tentu arah, bodoh, dan pengecut, akan gagal dalam apa pun yang dilakukannya. Sebenarnya, kepemimpinan yang baik dan mantap tak dapat dipisahkan dalam suatu organisasi bisnis. Pemimpin harus sanggup menangkap kesempatan yang muncul dan menyelesaikannya.

Jadikan rasa hormat dan kesetiaan penghubung antara penguasa dan bawahannya. Penguasa harus memperlakukan bawahan dengan baik. Bawahan harus melayani penguasa dengan setia. Penguasa harus memperlakukan bawahan dengan adil. Bawahan harus melayani penguasa dengan patuh. Penguasa tidak hanya memerintah bawahan, tapi juga menunjukkan perhatian, perlindungan dan penghargaan. Seorang penguasa harus baik terhadap bawahan dan menghormati perasaannya. Bawahan harus menganggap kesetiaan sebagai kebajikan. Penguasa yang tidak mempercayai bawahan akan berakhir sendirian. Seorang penguasa yang bekerja dengan dekat dan rajin bersama bawahan akan selalu harmonis. Ini juga berlaku bagi seluruh eselon dari sebuah perusahaan.

Menjadi pemimpin yang menguasai situasi dengan baik. Seorang penguasa harus membuka lebar mata dan telinga agar dapat menguasai situasi negara dengan baik. Memahami masalah sepenuhnya dan membuat batasan antara yang benar dan yang salah. Pejabat yang setia dan yang jahat berbeda tapi sulit mengatakannya dari penampilan saja. Orang akan salah jika hanya mendasarkan pada perkataan dan sikap luar saja. Seorang penguasa harus berhati-hati saat memutuskan apakah benar atau salah.

Seorang penguasa harus membiarkan bawahannya mengetahui tujuan dan rencananya. sehingga mereka memahami kebijakan pemerintah. Pemerintah harus pertama-tama mendirikan seperangkat hukum yang jelas. Hukum harus diketahui sampai ke seluruh negeri. Bila rakyat bersatu, mereka dapat memenangkan pertempuran. Seorang pemimpin harus membuat rakyatnya mengerti dengan jelas kebijakan dan tujuan pemerintah. Hanya dengan demikian ia mendapat dukungan dan pengertian rakyatnya.

Promosikan yang berjasa dan pecat yang kurang mampu. Jika seorang penguasa ingin istananya bersih dari korupsi dan negaranya kuat dan makmur, penting untuk mengevaluasi kinerja bawahannya. Kriteria apa yang dipakai dalam menaikkan pangkat atau memecat pejabat? Kriterianya adalah apakah mereka dapat memberikan kontribusi bagi keberhasilan organisasi. Sangat berbahaya jika dipengaruhi oleh perasaan dan kesukaan pribadi.
Seorang penguasa harus menempatkan orang yang berbakat sehingga mereka dapat melakukan yang terbaik demi negaranya, tidak perduli status ekonomi dll. Orang yang berbeda memiliki pengalaman dan kemampuan yang berbeda pula. Pemimpin yang pintar harus mempergunakan sepenuhnya bakat berbagai orang tersebut untuk mengatasi kesulitan.

Jumat, 16 Januari 2009

Tayub Sebagai Seni Karuhun Sumedang

1 Sejarah Tayub

Mengenai sejarah asal-usul seni Tayub sampai sekarang masih diwarnai beberapa pendapat. Tetapi sejarah perkembangan Tayub kebupaten Sumedang menarik kesimpulan sementara bahwa Tayub berasal dari Talaga. Hidup kira-kira abad ke-9 dikembangkan oleh raja Galuh Talaga. Penagru kekuasaan dapt mendorong terhadap perkembangan kesenian tradisional, selain itu hubungan kerjasama sesama kerajaan merupakan bagian dari pengaruh kesenian tersebut.

Kemudian dibawa oleh para senimanTalaga ke daerah timur Sumedang, yang mana pada abad 9 kira-kira tahun 900 M telah berdiri kerajaan Sumedang Larang dengan menobatkan Prabu Tajimalela sebagai Nalendra Prabu. Pada saat itula seni Tayub berkambang di lingkungan istana. Fungsinya sebagai media penyambutan terhadap tanu kebesaran, selain sebagai media hiburan di kalangan keluarga dan kerabat istana.

Menurut cerita rakyat Darmaraja dan Limbangan, Prabu Tajimalela turut pula mengembangkan kesenian tersebut bermunculan seni Tayub di daerah Limbangan dan Malangbong, pada masa itu wilaya tersebut berada dalam kekuasaaan Sumedang Larang. Dalam perkembangan selanjutnya seni tayub tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, atau tidak hanya dikenal di kalangan para pejabat kerajaan, tetapi mulai mengakar dalam nurani rakyat.

Seni tayub ini menonjol di daerah Darmaraja, Cadasngampar/Jatinunggal, Wado dan Pagerucukan (Situraja), bahkan sampai sekarang telah menjadi seni unggulan daerah-daerah setempat.

Perkembangan seni Tayub menonjol pada masa Kabupatian, pada umumnya para Bupati yang memegan pemerintahan Sumedang sangat menggemari kesenian tersebut, bahkan danya sentuhan kreasi dari para Dalem menciptakan khas ibingan (tarian) disebut Tari Tayub.

2 Jenis Waditra

Waditra yang digunakan dalam pertunjukan tayub tidak jauh bebeda dengan peralatan gamelan yang digunakan dalam sajian kiliningan, akan tetapi kadang kala di tambah oleh waditra bedug kecil atau tambur. Peran gamelan sangat dominan sebagai pengiring lagu dan tarian rakyat.

Pada umumnya gamelan Tayub dibuat dari perunggu, ada juga yang menggunakan bahan besi dan plat baja, hal itu disesuaikan dengan tingkat penggarapnya.

3 Jenis Lagu

Ditinjau dari perspektif kronologis perkembangan lagu-lagu yang digunakan dalam pertunjukan Tayub teridiri dari lagu-lagu klasik dan lagu-lagu wanda anyar, artinya jenis lagu yang telah mendapat sentuhan dari unsur seni lain. Lagu-lagu klasik diantaranya :

  1. Kembang Gadung
  2. Kulu-kulu bem
  3. Kulu-kulu gancang
  4. Gendu
  5. Tablo
  6. Badaya

Lagu-lagu wanda anyar turut mendorong terhadap perkembangan dan khasanah lagu-lagu Tayub, dan merupakan konsekuensi penggarap dalam memenuhi selera penonton atau peminat. Lagu-lagu wanda anyar diantaranya :

  1. Nikmat Duriat
  2. Lalaki Raheut Hatena
  3. Bulan Sapasi
  4. Dua Saati
  5. Potret Manehna
  6. Awet Rajet
  7. dsb

4 Bentuk/Teknik Penyajian

Pertunjukan sei Tayub yang tumbuh dan berkembang di kawasan timur Sumedang ; Darmaraja, Situraja, Jatinunggal dan Wado pada umumnya digelar diatas panggung, baik di halaman rumah maupun di tempat terbuka seperti halaman bale desa atau lapang. Pelaksanaannya di tentukan oleh keinginan yang menggunakannya, seperti upacara ngarot atau ngaruat lembur, syukuran, khitanan, pernikahan, hari-hari bersejarah dan syukuran lainnya. Dalam seni Tayub mengenal juru baksa umumnya pria, fungsinya sebagai pemimpin yang mengatur jalannya pertunjukan sekaligus mengatur para penari pria. Juru tari (ronggeng) berperan sebagai patner penari pria yang jumlahnya dua orang atau lebih. Selain itu juru tari berfungsi sebagai patner juru baksa ketika menarikan gaya soderan, maksudnya menghantarkan untuk menentukan giliran penari. Penonton yang ada di arena hiburan kemudian di beri soder tandanya harus menari, kalau tidak bisa menari dapat di wakilkan kepada juru tari atau kepada orang lain.

Biasanya orang pertama yang mendapat soder adalah yang punya hajat dan merupakan suatu penghargaan tertentu. Kemudian kepada tokoh-tokoh pemerintah, setelah itu giliran tokoh-tokoh masyarakat, kemudian dilanjutkan soder untuk umum. Hal tersebut merupakan aturan yang telah dibakukan, tujuannya untuk menciptakan ketertiban dalam pertunjukan.

Seni Tayub tak lepas dari pengaruh bayang-bayang pengaruh unsur seni lain, terutama seni yang didukung oleh teknologi seperti alat-alat elektrik. Pengaruh musik barat mendorong terhadap inovasi dengan memadukan unsur seni tayub dengan musik barat, demikian juga tarian mendapat sentuhan dari perkembangan seni tari wanda anyar, lahirlah istilah jaipongan

Dan pongdut yaitu akronim dari jaipong dan dangdut.

Oleh: Imam Sugihartono

Acculturation


Aspects that influenced by the acculturation

1. Belief System

Most of all Sundanese people are Moslem. Only some little irreligious Islam, that ones Baduy that Banten but also there have a religion Catholic, Christian, Hindu, Buddha. Syncretism practices and mystical still toed do. Basically entire Sundanese person life’s is attributed to keep universe balance. Magical balance is defended with custom ceremonies, while social balance is defended with activity reciprocates (gotong royong). piquancy in Sundanese belief, the character black monkey quatrain Kasarung, one of [their culture figure, believe single Allah existence (Guriang Tunggal) that incarnate a part little self into world to takes care human life (this Allah reincarnation is called gods). This may be able to be bridge to communicate good news to them.

2. Livelihood

Sundanese tribe usually alive as farmer majority doesn't like to separate with ones family. Sundanese person need especially matter increases alive standard. Following data from Bappenas (December scrap-book 1993) at west java found 75% poor village. In general poverty at west java is caused by human resource. That wanted human resource development shaped [in the form of] education, construction, etc.

  1. Arts

There are some art that combine by another culture like Bangreng. It was combined from Sundanesse art and modern art. Bangreng some from 2 words those are Terbang and Ronggeng. Another example is PongDut, PongDut Is Jaipong-Dangdut that combine Sundanesse’s art and modern art. It was dance field.

5. Language

Language that used by this tribe is Basa Sunda. Basa Sunda is created and used as a device of communication in Sundanese tribe and as a means of developers with itself sundanese culture supporter. Besides Sundanese is part from culture that give special character as sundanese tribe identity that be one of tribe from several tribes exist in indonesia.

Today, Sundanesse always combine Basa Sunda and Bahasa Indonesia or other language. That phenomenon classified as the interlanguage or artificial language.

  1. Knowledge and Technology

Nowadays, Sundanesse people had a good knowledge. Sundanesse people have a philosophy cageur, baguer, beneur, pinter and singer.

III.2 Immigrant as a cause of acculturation

The Immigrant (also called Broke) is a 1917 short comedy film starring the Charlie Chaplin Tramp character as an immigrant coming to the United States who is accused of theft on the voyage across the Atlantic Ocean, and befriends a young woman along the way. It also stars Edna Purviance and Eric Campbell.

The movie was written and directed by Chaplin.

According to Kevin Brownlow and David Gill's documentary series Unknown Chaplin, the first scenes to be written and filmed take place in what became the movie's second half, in which the penniless Tramp finds a coin and goes for a meal in a restaurant, not realising that the coin has fallen out of his pocket. It was not until later that Chaplin decided the reason the Tramp was penniless was that he had just arrived on a boat from Europe, and used this notion as the basis for the first half. Purviance reportedly was required to eat so many plates of beans during the many takes to complete the restaurant sequence (in character as another immigrant who falls in love with Charlie) that she became physically ill.

The scene in which Chaplin's character kicks an immigration officer was cited later as evidence of his anti-Americanism when he was forced to leave the United States in 1952. In 1998, The Immigrant was selected for preservation in the United States National Film Registry by the Library of Congress as being "culturally, historically, or aesthetically significant".

The immigrant who moves to Sundanesse brings new things, so it elaborated with Sundanesse culture.


by: Imam Sugihartono